Lintasmerahputih.com (Tulang Bawang Lampung) – Sejumlah pedagang yang menempati kios di pasar Unit II Tulang Bawang, mengaku menyewa bangunan kios yang ditempati untuk berdagang sebesar 4,5 juta rupiah pertahun dan membayar uang salar 4 ribu perhari, penyewaan tersebut dibayarkan kepada aparatur kampung DWT Jaya (Dwi Warga Tunggal Jaya). Kendati demikian, kuat dugaan dana sewa dan salar itu berlumur masalah dalam penarikan dan pengelolaannya. Senin (22/04/2025)
Menurut para pedagang ini, bangunan kios yang disewa dengan aparatur kampung Dwi Warga Tunggal Jaya (Hiban/ Kaur Urusan Pembangunan – Red), sebesar 4,5 juta rupiah pertahun. Dari penyewaan dimaksud, pedagang hanya mendapatkan bangunan kios berupa bangunan dinding setengah bata, dan beratap .
“Bangunannya dinding setengah bata, terus sama atapnya. Kami menyewa ini dengan kampung, dan harga sewanya 4,5 juta rupiah pertahun. Selain itu, kami juga membayar uang salar 4 ribu rupiah perhari”. Ungkapnya para pedagang yang belum bisa disebutkan namanya ini
Menyikapi hal tersebut, Hiban (Kaur Urusan Pembangunan kampung DWT Jaya), membenarkan para penjual itu merupakan pedagang yang menempati asset kampung. Kata Hiban, dasar awal dibangunnya kios tersebut hasil musyawarah desa.
“Kami membuat kios awalnya sudah musyawarah desa, dan tertuang dalam RKP tahun 2003 dengan masyarakat, bahwa tidak keberatan untuk membangunnya. Kami juga membangun ini sudah laporan kepada pimpinan, makanya ada assistensi pada waktu itu dihadiri oleh Kabag Hukum (Anuari), DPMKK (Ariyanto) dan Inspektorat, tapi tidak secara tertulis”. Terangnya
Sementara mengenai penarikan sewa kios sambung Hiban, dirinya diamanatkan kepala kampung DWT Jaya untuk melakukan penarikan. Penarikan sewa dimaksud, sebesar 4,5 juta rupiah pertahun/ perkios. Dan penarikan sewa tersebut, ditegaskannya ada dalam peraturan kampung.
“Untuk penarikan, saya diberi mandat oleh kepala kampung, dan sewa pertahun 4,5 juta rupiah, ini masuk dalam asli pendapatan kampung. Dan untuk penarikan sewa itu, ada Perkam (Peraturan Kampung) nya”. Tegas Hiban pada awak media
Selanjutnya Hiban juga menjelaskan, pembangunan pertama untuk kios yang diakui asset kampung itu berjumlah 16 kios. Lalu untuk pembangunan tahap kedua, dibangun sebanyak 13 kios. Akan tetapi anehnya dari total 29 kios yang telah terbangun dari dana desa ini, hasil pendapatannya hanya 70 juta rupiah yang masuk kedalam pendapatan asli kampung, hasi pendapatan dimaksud digunakan sebagai pembayaran 100 BPJS Ketenagaakerjaan aparatur kampung. Kuat dugaan terdapat indikasi kecurangan dalam penarikan sewa kios dan pengelolaannya.
“Kita bangun pertama 16 kios, sementara untuk 2 kios kita bebas sewa kepada almarhum istrinya kepala kampung, sampai masa jabatannya habis. Selanjutnya kita bangun kembali tahun 2023 memakai dana desa sebanyak 13 kios, kemudian dari 13 kios yang bisa dikendalikan oleh kampung hanya 11 kios. Lalu untuk yang 2 kios dari ke – 13 yang telah dibangun ini, saya tidak tahu siapa orang yang menguasainya, nanti kalian tahu sendiri. Jadi, total pendapatan dari keseluruhan kios (29 bangunan kios), pendapatannya 70 juta rupiah. Sementara hasil pendapatan sewa kios ini untuk bayar 100 BPJS Ketenagakerjaan aparatur kampung DWT, yang mana per orangnya 14 ribu rupiah/ bulan”. Jelasnya Dia
Lebih jauh, Hiban membantah terkait penarikan salar 4 ribu rupiah perhari yang diakui para pedagang kios di pasar unit II ini. Hiban mengatakan, dirinya tidak mengetahui ada penarikan atau salar sebesar 4 ribu rupiah tersebut.
“Kami tidak tahu itu, bukan kami yang menariknya”. Bantah Hiban ketika dimintai keterangan oleh awak media, terkait prihal uang salar 4 ribu rupiah dari 29 kios pedagang dimaksud.
(***)